Dalam menangani coronavirus novel (COVID-19), yang telah dinyatakan sebagai pandemi, jelas bahwa pemerintah hampir tidak mengetahui perbedaannya. Karena semakin banyak kasus muncul dan lebih banyak pasien tiba di rumah sakit yang sudah dalam kondisi serius, sementara beberapa orang tidak tahu apakah mereka telah tertular penyakit, pemerintah masih berjuang untuk mengoordinasikan respon dan langkah-langkah pengawasan untuk mengendalikan penyebaran virus. Setidaknya empat pasien positif telah meninggal dan delapan lainnya dilaporkan meninggal sambil menunjukkan gejala penyakit covid 19. Ketidakmampuan pemerintah membuat frustasi tidak hanya bagi masyarakat yang gelisah yang takut akan penularan tetapi juga untuk administrasi lokal, yang berada di garis depan untuk memerangi penyakit ini.
Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengambil inisiatif untuk membuat meja khusus yang bertugas memberi informasi kepada publik dan menanggapi laporan kasus, mendorong ribuan orang untuk menghubungi pusat informasi dan ratusan orang mengunjungi rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan mereka. Sementara gubernur mempertahankan kebijakan pemerintah pusat untuk tidak mengungkapkan lokasi pasien COVID-19, sebuah dokumen yang dilaporkan bocor dari pemerintah kota menunjukkan bahwa 16 kasus yang dikonfirmasi ada di Jakarta pada hari Selasa.
Gubernur Banten Wahidin Halim mengumumkan di akun Facebook-nya pada hari Kamis bahwa dua warga dinyatakan positif mengidap virus itu. Pengumumannya kemudian dibantah oleh juru bicara pemerintah, Achmad Yurianto, yang juga berhadapan dengan gubernur tentang bagaimana ia menemukan kasus-kasus itu. Jika pemerintah bersikeras membendung diri dari masyarakat pada saat krisis ini, lebih banyak pemerintah daerah dan bahkan petugas kesehatan dapat memilih untuk mengambil sikap sendiri untuk melawan virus. Mereka mungkin mengambil lebih banyak inisiatif untuk melacak kasus mereka sendiri atau bahkan membeli alat tes mereka sendiri untuk membantu pasien yang secara sukarela melaporkan diri mereka di rumah sakit. Bagi banyak ahli kesehatan dan pengamat, meraba-raba pemerintahan Presiden Joko Widodo selama krisis kesehatan ini tidak dapat dipahami, terutama mengingat pengalaman Indonesia sebelumnya dengan epidemi.
Para pengkritik mengatakan pemerintah memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan respons yang lebih siap mengingat keahlian dan pengalaman yang telah diakumulasikannya selama wabah flu burung 10 tahun lalu. Negara itu bahkan memiliki protokol untuk menanggapi pandemi pada saat itu. Mengingat pengetahuan dan kemampuan seperti itu, hampir merupakan kejahatan bahwa pemerintah telah membubarkannya. Cara mengobati virus corona, mungkin belum bisa dilakukan secar abaik oleh pemerintah yang menyebabkan Pandemi COVID-19 mungkin telah merenggut nyawa tanpa disadari dan banyak yang menderita tanpa mendapatkan bantuan medis yang tepat.
UU Kesehatan 2009 memberi mandat kepada pemerintah untuk mengumumkan wabah kepada publik dan menyebutkan lokasi yang telah menjadi pusat penyakit. Juga diwajibkan untuk memantau pasien dan bekerja sama dengan orang-orang atau negara lain untuk memerangi wabah. Meskipun pemerintah telah berhasil mengevakuasi warga negara Indonesia dari Wuhan, Cina, dan pusat pandemi lain di luar negeri, pemerintah masih jauh dari cukup mengelola krisis di dalam negeri.Ini sudah darurat. Jokowi harus menghapus apa pun atau siapa saja, termasuk pejabatnya sendiri, jika mereka menghalangi upaya negara untuk memerangi pandemi.
Pemerintah harus lebih bekerja secara ekstra lagi karena pandemic ini bisa mengancam nyawa seluruh masyarakat Indonesia, untuk membantu pemerintah kita juga sebagai masyarakat perlu menjaga diri kita dengan meningkatkan imun kita agar tidak mudah terserang penyakit.